windariantii
Gunadarma University
http://gunadarma.ac.id
http://studentsite.gunadarma.ac.id
http://fe.gunadarma.ac.id/akuntansi/
http://baak.gunadarma.ac.id
http://library.gunadarma.ac.id
http://repository.gunadarma.ac.id
Jumat, 23 Maret 2012
Sistem Perekonomian Pasar Liberalis dan Sistem Ekonomi Campuran
Sistem Ekonomi Liberal ( Pasar Bebas )
Sistem ekonomi liberal / pasar adalah suatu sistem ekonomi dimana seluruh kegiatan ekonomi mulai dari produksi, distribusi dan konsumsi diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Sistem ini sesuai dengan ajaran dari Adam Smith, dalam bukunya An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.
Ciri dari sistem ekonomi liberal / pasar adalah :
1. Setiap orang bebas memiliki barang, termasuk barang modal
2. Setiap orang bebas menggunakan barang dan jasa yang dimilikinya
3. Aktivitas ekonomi ditujukan untuk memperoleh laba
4. Semua aktivitas ekonomi dilaksanakan oleh masyarakat (Swasta)
5. Pemerintah tidak melakukan intervensi dalam pasar
6. Persaingan dilakukan secara bebas
7. Peranan modal sangat vital
Kebaikan dari sistem ekonomi antara lain :
1. Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur kegiatan ekonomi
2. Setiap individu bebas memiliki sumber-sumber produksi
3. Munculnya persaingan untuk maju
4. Barang yang dihasilkan bermutu tinggi, karena barang yang tidak bermutu tidak akan laku dipasar
5. Efisiensi dan efektivitas tinggi karena setiap tindakan ekonomi didasarkan atas motif mencari laba
Kelemahan dari sistem ekonomi antara lain :
1. Sulitnya melakukan pemerataan pendapatan
2. Cenderung terjadi eksploitasi kaum buruh oleh para pemilik modal
3. Munculnya monopoli yang dapat merugikan masyarakat
4. Sering terjadi gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasisumber daya oleh individu
Sistem Ekonomi Campuran
Sistem ekonomi
campuran (“Mixed economy”) merupakan panduan dari dua bentuk
sistem ekonomi
sosialisme
dan kapitalisme, yang mengambil garis tengah antara kebebasan dan pengendalian, yang berarti juga garis tengah antara peran mutlak negara/kolektif dan peran menonjol individu. Garis tengah disesuaikan dengan keadaan di mana perpaduan itu terjadi, sehingga peran situasi dan lingkungan sangat memberi warna pada sistem perpaduan/campuran tersebut.
Usaha penyatuan ini dilakukan untuk menyerap elemen-elemen yang positif dan dinamis dari keduanya. Sistem ini hendak dibangun dengan usaha untuk meninggalkan unsur-unsur lemah dari dua bentuk sistem ekonomi politik tersebut. Sejarah pertentangan yang keras dan bahkan tidak harmonis dari kapitalisme dan sosialisme telah menstimulasi pemikir-pemikir untuk mencari bangun ekonomi dengan ciri dasr, yang merupakan gabungan unsur-unsur terbaik dari keduanya.
Sebenarnya sistem ekonomi ini dapat saja menghilangkan konotasi perpaduan antara dua sistem ekonomi di atas karena sistem ekonomi campuran dapat signifikan dalam khasnya tersendiri. Sistem menggerakkan elemen-elemen dinamis, yang sebelumnya memang dimiliki oleh masing-masing sistem ekonomi. Kedua bentuk ekstrim dari sistem ekonomi sebenarnya telah menuju ke arah sistem campuran karena masing-masing berusaha membuang kelemahan-kelemahannya sehingga tersisa unsur-unsurnya, yang dinamis dan positif.
Seperti yang dikatakan oleh Hegel bahwa perbaikan dan perkembangan pemikiran akan mencapai suatu bentuk terbaik melalui proses dialektik menuju suatu sintesa (teori dialektika). Proses ini merupakan perpanduan dari thesa dengan antithesa dalam keharmonisan dan menuju ke arah kedinamisan. Negara sedang berkembang beranggapan akan mampu mengejar ketertinggalannya dengan banyak tidak mencontoh bentuk ektrim sistem ekonomi tersebut, melainkan menyerap unsur-unsur dinamis dari keduanya.
Salah satu pemikiran Hegel ini menarik untuk disimak begaia dasar pemikiran mengapa muncul sistem ekonomi campuran sebagai alternatif dari sistem yang bertentangan. Jika hal itu terjadi, maka keduanya memiliki kelemahan mendasar sehingga cara terbaik adalah menggabungkannya untuk mengejar ketertinggalan negara-negara sedang berkembang. Adalah Hegel yang menemukan fenomena dialektik sebagai suatu teori ini ditemukan oleh kelompok idealisme dalam pasca Kantian dan mengalami masa puncaknya dalam pemikiran filosofi Hegel.
Dialektik itu sendiri pernah diajukan oleh Immanuel Kant sebagai suatu logika dari penalaran terhadap alam dan fenomena dunia untuk memberikan pengesahan yang transenden. Hegel kemudian menginterpretasikan dialektik sebagai operasionalisasi dari penalaran, tanpa kaitan dengan hal yang transeden. Sebab alam dan isinya bersifat realistis, bukan sesuatu yang abstrak. Ini memberikan kenyataan lebih benar dan lebih mendalam dibandingkan dengan pemikiran analitis kontradiksi sebagai hasil dari perpaduan ide-ide, yang dapat dicapai melalui cara sintesa untuk menghasilkan pengetahuan lebih benar.
Proses sintesa meningkat, kemudian menjadi alasan utama terwujudnya sistem ekonomi campuran, yang merupakan perpaduan dari sitem kapitalisme dan Marxisme. Hal ini tidak seperti
Karl Marx
yang mengadopsi dialektik sebagai pembenturan kelas di dalam wejarah, yang selalu saling berhadapan satu sama lain.
Motif mencari keuntungan adalah unsur penting di dalam kegiatan ekonomi dan produksi, tetapi bukan segalanya sebagaimana ditekankan di dalam sistem ekonomi kapitalisme. Tanapa motif keuntungan tidak akan ada usaha dan pertumbuhan ekonomi akan menjadi lamban bila motif ditekan dan dimatikan seperti di negara komunis. Sistem ekonomi campuran tetap berbasis pada prinsip pasar, yang terkendali oleh aturan pemerintah
Ciri-ciri
sistem ekonomi
campuran :
1.
Kegiatan ekonomi dilakukan oleh pemerintah dan oleh swasata
2.
Transaksi ekonomi terjadi di pasar, dan ada campuran tangan pemerintah
3.
Ada persaingan serta masih ada control dari pemerintah
Kebaikan
sistem ekonomi
campuran :
1.
Kebebasan berusaha
2.
Hak individu berdasarkan sumber produksi walaupun ada batas
3.
Lebih mementingkan umum dari pada pribadi
Kelemahan sistem ekonomi campuran :
1.
Beban pemerintah berat dari pada beban swasta
2.
Pihak swasta kurang memaksimalkan keuntungan
Sumber Pustaka :
http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2172442-sistem-ekonomi-liberal-pasar-bebas/#ixzz1pcBsiNso
http://zonaekis.com/pengertian-sistem-ekonomi-campuran/
Perkembangan Sistem Ekonomi Sebelum Orde Baru
Perkembangan Sistem Ekonomi Sebelum Orde Baru
Sejak berdirinya Negara Republik Indonesia, banyak sudah tokoh-tokoh Negara pada saat itu telah merumuskan bentuk perekonimuan yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun melalui diskusi kelompok.
Sebagai contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong adalah koperasi (Moh. Hatta dalam Sri-Edi Swasono, 1985), namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan terhadp bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi.
Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonsia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di Negara Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakanm adalah semacam ekonomi campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakatilah suatu bentuk ekonomi baru yang dinamakan sebagai Sistem Ekonomi Pancasila yang didalamnya mengandung unsur penting yang disebut Demokrasi ekonomi.
Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di Indonesia, maka menurut UUD’45, system perekonomian tercermin dalam pasal-pasal 23, 27, dam 34.
Demokrasi ekonomi dipilih, karena memiliki ciri-ciri berdasar atas yang diantaranya adalah (suroso, 1993) :
a) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
b) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai Negara.
c) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
d) Sumber-sumber kekayaan dan keuangan Negara digunakan dengan pemufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga perwakilan pula.
e) Warga Negara memiliki kebebasan dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
f) Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga Negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Dengan demikian didalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan adanya :
Free fiht liberalism
è yakni adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah, dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
Etatisme
è yakni ke ikut sertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motivasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara hebat.
Monopoli
è suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada sautu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak megikuti ‘keinginan sang monopoli’.
Meskipun pada awal perkembangan perekonomian Indonesia mengnut system ekonomi pancasila, ekonomi demokrasi, dan mungkin campuran, namun bukan berarti system perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian di tahun 1960-an sampai dengan masa orde baru.
Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 sampai tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Diantara program-program tersebut adalah :
- Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi.
- Program/Sumitro Plan tahun 1951
- Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960
- Rencana Delapan Tahun
Namun demikian kesemua program dan terencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti begi perekonomian Indonesia. Beberapa factor yang menyebabkan kegagalan adalah:
·
Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cenderung menitik beratkan pada masalah politik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih dominan, seperti mengembalikan Negara Indonesia ke Negara kesatuan, usaha mengembalikan irian barat, manumpas pemberontakan didaerah-daerah, dan masalah politik sejenisnya.
·
Akibat lanjut dari keadaan di atas, dana Negara yag seharusnya dialokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan perang.
·
Faktor berikutnya adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap cabinet yang dibentuk (sistem parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13 kali cabinet berganti saat itu. Akibatnya program-program dan rencana ekonomi yang telah disusun masing-masing kebinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut tidak sempat berjalan.
·
Disamping itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak. Disamping keputusan individu/pribadi, dan partai lebih dominan dari pada kepentingan pemerintah dan Negara.
·
Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950-1957 dan etatisme, 1958-1965).
Akibat yang ditimbulkan dari system etatisme yang pernah ‘terjadi’ di Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukti-bukti berikut:
·
Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya nilai eksport kita.
·
Hutang luar negri yang justru dipergunakan untuk proyek ‘Mercusuar”.
·
Deficit anggaran Negara yang makin besar, dan justru ditutup dengan mencetak uang baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali.
·
Keadaan tersebut masih diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk 2.8% yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yaitu sebesar 2.2%.
SEJARAH EKONOMI INDONESIA
Selama Pemerintahan Orde Lama, keadaan perekonomian Indonesia sangat buruk, walaupun sempat mengalami pertumbuhan dengan laju rata-rata per tahun hampir 7% selama dekade 1950-an, dan setelah itu turun drastis menjadi rata-rata per tahun hanya 1,9% atau bahkan nyaris mengalami stagflasi selama tahun 1965-1966. Tahun 1965 dan 1966 laju pertumbuhan ekonomi atau produk domestic bruto (PDB) masing-masing hanya sekitar 0,5% dan 0,6%.
Adapun kebijakan – kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah pada era itu diantaranya :
Program Banten (1950 – 1951)
Tujuan program ini adalah untuk mempersatukan kelompok pribumi agar bisa mengembangkan segala aktivitas ekonomi di Indonesia.
Program Urgensi Perekonomian (1952-1954)
Program ini disebut Soemitro’s plan, diantaranya adalah BNI 1946 harus dinasionalisir, karena saat itu masih terdapat saham VOC di dalamnya . Memberikan kesempatan seluas-luasnya pada pengusaha pribumi untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan VOC. Pemerintah mengambil alih perusahaan pelayaran yang masih dikelola oleh VOC yang sekarang telah berunah nama menjadi PELNI.
Program Repelita I (1955 – 1960)
Secara Umum program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun belum tercapai. Yaitu dengan cara Rencana Juanda (1955) Rencana Pembangunan Lima Tahun I meliputi kurun waktu 1956-1960.
Program Repelita II (1960 – 1965)
Indonesia mulai berhubungan dengan dunia luar (ekspor dan impor), mulai ada pinjaman Luar Negeri, namun sebagian peruntukannya untuk pembangunan mercusuar (Politik Mercusuar Soekarno). Pada tahun 1965 ada pemberontakan G30S-PKI pada bulan September dan pada bulan November terjadi Senering atau pemotongan uang rupiah dari 1000 rupiah menjadi hanya 1 rupiah. Senering ini dilakukan karena diprediksi akan terjadi Hyper Inflation sampai 500 %.
Postingan Lebih Baru
Postingan Lama
Beranda
Lihat versi seluler
Langganan:
Postingan (Atom)